STRUKTUR YAYASAN TANGGUH HUTAN KHATULISTIWA

BADAN PEMBINA

Dicky adalah seorang rimbawan dan memperoleh gelar PhD pada tahun 1994 di Göttingen University, Jerman, di mana dia juga bekerja selama beberapa tahun sebagai ilmuwan dan peneliti. Sejak itu, dia telah bekerja selama lebih dari 28 tahun di posisi terdepan untuk berbagai program dan organisasi pembangunan, lingkungan, dan konservasi. Saat ini beliau adalah Senior Expert Biodiversity Conservation (konsultan) untuk G20 Global Land Initiative dari UNCCD (United Nations Convention to Combat Desertification).

Sebelumnya beliau menjabat sebagai Country Director PanEco Indonesia (2021-2022), CEO/Executive Director World Wildlife Fund (WWF) Indonesia (2020-2021) dan Country Director Zoological Society of London di Indonesia (2019-2020). Dia juga bekerja untuk GIZ (German International Cooperation Agency) sebagai Director/Chief Technical Advisor untuk 2 Proyek Regional (Asia Tenggara): The Institutional Strengthening of Biodiversity Sector in ASEAN and the Biodiversity-based Products as an Economic Source for the Improvement of Livelihoods and Biodiversity Protection (2015-2019), dan sebagai International Senior Advisor for Biodiversity and Climate Change (2011-2015), Indonesia Director Terrestrial Program di The Nature Conservancy (TNC), sebuah LSM konservasi yang berbasis di AS (2008-2011), RARE International sebagai Direktur untuk Indonesia, Malaysia, Brunei dan Timor Leste (2007-2008), Tropenbos International Belanda sebagai Direktur Indonesia (2003-2007), Global Program bersama IUCN-WWF Internasional sebagai Deputy Director Project Fire Fight South East Asia (2000-2003), GFA Jerman sebagai Deputy Project Leader Social Forestry Development Project (SFDP) di Kalimantan Barat (1998-2000), GTZ (German Development Agency) sebagai Senior Advisor di Sustainable Forest Management Project (SFMP), Kalimantan Timur (1996-1998) serta Senior Advisor and Research Coordinator di Indonesian-German Forestry Project (IGFP), Kalimantan Timur (1994-1995).

Bidang keahlian Dicky berkisar dari pengelolaan dan konservasi sumber daya alam dan hutan, pengelolaan keanekaragaman hayati dan kawasan lindung, perubahan iklim (REDD+), tata guna lahan/perencanaan tata ruang dan pengelolaan lanskap, kerjasama teknis dan bantuan pembangunan, perencanaan dan desain proyek, analisis dan evaluasi proyek , kebakaran hutan dan lahan, pemanenan/penebangan hutan, pengelolaan daerah aliran sungai, penelitian dan pengembangan, pelatihan dan peningkatan kapasitas. Ia menghabiskan pengalaman kerja sebelumnya di dan untuk banyak negara mulai dari Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, Viet Nam, Timor Leste, dan Jerman hingga Belanda. Keanggotaan profesionalnya saat ini dan sebelumnya mencakup berbagai komisi dan panel pakar internasional dan nasional seperti UNESCO, FAO, IUFRO, AFP, Distrik Konservasi, dan lain-lain. Ia juga salah satu pendiri HCV Network Indonesia, Pendiri dan Ketua Dewan Tropenbos Indonesia, dan Anggota Dewan Penasihat Tropenbos International.

Fransisca Ariantiningsih

Antonius PY Djogo

Tony Djogo merupakan alumni dari Wye College (sekarang Imperial College) University of London di Inggris (1999) dan Institut Pertanian Bogor (1980). Beliau juga banyak mendapatkan berbagai pelatihan di dalam dan luar negeri mengenai pembangunan pertanian, pedesaan, kehutanan, konservasi, perubahan iklim, project design management and monitoring, dan lain sebagainya.

Beliau memulai karir dengan menjadi surveyor (konsultan) pada tahun 1980 - 1982, dosen di Universitas Nusa Cendana (UDANA) pada tahun 1982 - 1999, dosen dan Direktur di Politeknik Pertanian Negeri (POLITANI) Kupang (1984 - 1997), dan bekerja di beberapa lembaga lokal dan internasional, seperti Yayasan Geo Meno (1984 - 1997), CIFOR (Center for International Forestry Research) pada tahun 2000 - 2003, LSM Konphalindo (Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia) pada tahun 2003 - 2006, Country Coordinator di RECOFTC - The Center for People and Forests pada tahun 2006 -2009, Program Management Specialist di Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta (2009 - 2017), dan terakhir menjadi Staf Khusus Gubernur Nusa Tenggara Timur (2018 - 2023). Saat ini beliau juga tengah melakukan penelitian tentang Kelembagaan dan Kebijakan dalam Industri dan Perdagangan kopi di tiga Kabupaten (Ngada, Manggarai dan Manggarai Timur) di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Fransisca adalah seorang ibu dari tiga anak, seorang konservasionis dan fasilitator pendidikan lingkungan. Keterlibatannya di bidang konservasi alam dimulai setelah menyelesaikan studi S2 di Queensland University, Australia pada tahun 2005, ketika bergabung dengan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), sebuah LSM konservasi di Medan, Sumatera Utara. Sejak itu beliau bekerja untuk pelestarian keanekaragaman hayati Sumatera, khususnya Orangutan, satu-satunya kera besar yang hidup di Sumatera.

Selain sebagai Ketua Pembina di Yayasan Tangguh Hutan Khatulistiwa, beliau saat ini juga menjadi Executive Director di Yayasan Orangutan Sumatera Lestari (YOSL) atau yang lebih dikenal dengan Orangutan Information Center (OIC).

Pengalamannya yang telah bekerja di bidang perlindungan satwa liar dan habitatnya selama lebih dari 17 tahun tidak hanya bersentuhan langsung dengan spesies satwa liar, tetapi juga bekerja bersama dengan orang-orang atau para pihak yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi konservasi spesies itu sendiri. Hal ini sangat sesuai dengan minat pribadinya yang sangat percaya bahwa kegiatan konservasi satwa liar dan habitatnya juga harus melibatkan secara aktif masyarakat terutama yang tinggal di sekitar hutan dalam berbagai kegiatan-kegiatan konservasi. Beliau berpendapat juga bahwa pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan penting untuk dilakukan guna mendapatkan dukungan mereka dalam mencapai tujuan konservasi.

Dicky Pardomuan Simorangkir

Ketua/Pendiri

Anggota

Anggota

BADAN PENGAWAS

Erlinda Ekaputri

Barita Oloan Manullang

Selama 20 tahun pengalaman kerjanya di berbagai bidang pembangunan, mulai dari kebijakan publik, reformasi iklim usaha, tata kelola pemerintahan, infrastruktur air bersih dan sanitasi, hingga konservasi hutan dan satwa, Erlinda Ekaputri, belajar tentang satu hal penting yakni permasalahan lingkungan yang dihadapi manusia pada abad ini tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan tunggal. Untuk itu, ia aktif mempromosikan dan mendorong terbentuknya kolaborasi multipihak dan multidisiplin dalam program-program pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Keyakinan ini juga diperkuat dengan ilmu yang diperolehnya selama menempuh pendidikan magister pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Erlinda Ekaputri adalah pembelajar seumur hidup (long life learner). Selama 5 tahun kepemimpinannya di Proyek USAID Lestari (2015-2020) di Aceh dan Kalimantan Tengah, ia kerap menciptakan inovasi dan menerapkan pengelolaan yang bersifat adaptif (adaptive management) terhadap berbagai perubahan yang disebabkan oleh situasi ekonomi dan politik yang berubah. Keahliannya dalam mengembangkan Theory of Change menjadi landasan bagi LESTARI dalam menerapkan pendekatan lanskap, yaitu sebuah kerangka kerja manajemen tata guna lahan terintegrasi yang berupaya untuk mensinergikan kebijakan lintas sektor dengan tujuan guna menyelaraskan pembangunan dan tujuan konservasi. Selain sebagai Ketua Dewan Pengawas di Yayasan Tangguh Hutan Khatulistiwa, Erlinda juga menjabat sebagai Indonesia Country Director untuk Wildlife Works, sebuah perusahaan konservasi internasional yang mengelola 18 proyek REDD+ di Asia, Afrika dan Amerika Latin.

Ketua

Anggota

BADAN PENGURUS

Saphira adalah seseorang yang telah mengabdikan karirnya untuk melindungi satwa liar di daerahnya khususnya di Sumatera. Setelah lulus dengan gelar sastra Inggris, dia memutuskan untuk mengejar minatnya pada konservasi dan mulai bekerja dengan beberapa organisasi yang menyelamatkan satwa liar.

Latar belakangnya dalam menyelamatkan satwa liar telah berperan penting dalam pekerjaannya dengan organisasi tersebut dan upayanya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya melestarikan warisan alam negara. Dia telah diakui atas upayanya untuk melindungi spesies yang terancam punah dan habitatnya.

Saphira juga memiliki karir yang beragam bekerja di berbagai industri seperti Humas di perusahaan ekspor, ahli perjalanan di biro perjalanan dan sebagai petugas pajak. Pengalamannya di berbagai bidang ini telah mengasah keterampilannya dalam komunikasi dan organisasi, yang dibawanya ke dalam perannya saat ini dalam konservasi.

Siti Chairuna Saphira

Bendahara

Ketua

Sekretaris

Alpin Anhar

Alpin Anhar merupakan anak terakhir dari 8 bersaudara yang berasal dari Gayo Lues yang mengemban kuliah jurusan S1 kehutanan di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2006 dan tamat pada tahun 2011. Semasa kuliah juga sudah ikut terlibat beberapa kampanye perlindungan Orangutan dan satwa liar lainnya yang masuk dalam kategori Critically Endangered Species, terutama untuk spesies Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Salah satu spesifikasi kemampuannya adalah dalam pengolahan data spasial didapat saat masih duduk di bangku kuliah, dimana ikut terlibat juga dalam pengolahan data spasial Revisi RTRW Sumatera Utara pada tahun 2012 sebagai tenaga ahli.

Sejak tahun 2012 bergabung dengan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari (YOSL) atau dikenal juga Orangutan Information Centre (OIC) dengan mengawali karirnya sebagai Staf GIS (Geographic Information System). Pada tahun 2016–2018 menjabat sebagai Manajer Lanskap untuk proyek konservasi orangutan dan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan Perhutanan Sosial di Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh yang didukung oleh USAID LESTARI pada tahun 2016 - 2018. Pada tahun 2019-2021 menjabat sebagai Manajer Program FoRWPU (Forest Wildlife Protected Unit) untuk wilayah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Pernah juga menjadi Manajer Lanskap Toba Barat untuk konservasi Orangutan Sumatera dan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara pada tahun 2021 - 2022.

Erwin adalah seorang yang berlatar belakang rimbawan dan konservasionis yang inovatif serta dinamis yang berpengalaman lebih dari 18 tahun di dunia konservasi, termasuk dengan beberapa program pembangunan (development project) bersama USAID, seperti USAID OCSP (Orangutan Conservation Service Program) di Sumatera Utara dan juga dengan USAID IFACS (Indonesia Forest and Climate Support) dan USAID LESTARI di Provinsi Aceh yang berfokus pada pengembangan model lanskap berkelanjutan, termasuk perencanaan tata ruang dan pembangunan, pelibatan sektor swasta, masyarakat dan pemerintah. Pemimpin tim yang luar biasa yang mengembangkan kohesi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan yang berbeda.

Erwin juga berfokus pada pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan kapasitas kelembagaan. Memiliki rekam jejak yang terbukti dalam menyusun, menugaskan, mengembangkan, dan mengarahkan pelaksanaan program. Serta juga keterampilan jaringan berkualitas tinggi dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan berbagai organisasi dan komunitas. Memiliki keterampilan antar pribadi yang kuat dan kemampuan untuk bekerja dalam konteks budaya dan zona waktu yang beragam.

Erwin Alamsyah Siregar